Alessandro Florenzi: Roma yang Membesarkannya, Milan Tempat Ia Menutup Kariernya
Tren Olahraga Terkini – Pertandingan AC Milan vs AS Roma pada pekan ke-10 Serie A 2025/2026 akan digelar di San Siro, Senin, 3 November 2025, pukul 02.45 WIB. Laga ini bukan sekadar pertemuan dua klub besar Italia, tetapi juga pertemuan dua dunia yang pernah dijalani Alessandro Florenzi Roma yang membesarkannya, dan Milan tempat ia menutup kariernya.
Menjelang duel ini, La Gazzetta dello Sport berbincang dengan Florenzi, yang kini resmi pensiun. Meski cedera kerap membatasi perannya bersama Rossoneri, Florenzi tetap menjadi sosok penting dalam ruang ganti, terutama saat Milan meraih Scudetto beberapa musim lalu. Kini, ia memandang laga Milan-Roma dengan ketenangan seorang mantan pemain yang sudah “menyelesaikan perjalanannya.”
“Pada titik tertentu, saya bertanya pada diri sendiri, ‘Mengapa kamu masih melakukan ini?’. Sudah tidak masuk akal lagi. Waktunya mendengarkan diri sendiri,” ujar Florenzi. “Selama dua tahun terakhir, saya bermain dalam kondisi yang tidak normal untuk pesepak bola profesional. Jika saya bisa mengulang hari itu, saya akan membuat keputusan yang sama.”
Baca Juga : Cedera Selangkangan Kronis Ancam Karier Lamine Yamal, Barcelona Waspadai Deja Vu Kasus Lionel Messi
Dari Olimpico ke San Siro: Dua Kenangan Besar
Florenzi mengenang dua momen terbaiknya untuk masing-masing klub dengan penuh emosi. “Untuk Roma, jelas debut saya pada 2011, saat menggantikan Totti melawan Sampdoria, tapi juga perempat final Liga Champions melawan Barcelona. Saya belum pernah merasakan laga seperti itu stadion, atmosfer, dan kesempurnaan permainan kami,” katanya.
Sementara itu, untuk Milan, memorinya tak kalah berharga. “Tidak diragukan lagi, sore di Sassuolo, hari ketika kami meraih Scudetto. Trofi yang selama ini saya lewatkan dan menjadi kepuasan luar biasa setelah musim yang luar biasa,” ucapnya.
Kedua momen itu memperlihatkan sisi berbeda dari Florenzi yang satu lahir dari darah dan tanah kelahiran, yang lain menjadi simbol kedewasaan dan penutup perjalanan panjangnya di Serie A.
Tekanan dan Harapan: Milan atau Roma?
Ketika ditanya siapa yang lebih berada di bawah tekanan, Florenzi menjawab tegas: “Milan, karena target mereka jelas: kembali ke Liga Champions. Namun, mereka juga bisa mengincar lebih dari itu. Roma sudah di puncak klasemen, mereka bermain bagus, dan angka-angka berpihak pada mereka.”
Florenzi mengaku terkejut dengan penampilan Roma di bawah pelatih baru. “Mereka menyerap gaya main dan intensitas fisik yang diminta Gasperini dalam waktu singkat, itu luar biasa. Namun, saya yakin masih ada ruang untuk berkembang. Kita lihat di bulan Maret nanti, baru tahu apa yang mereka perjuangkan.”
Tentang Milan, ia lebih lugas. “Jujur saja, sulit tampil lebih buruk dari musim lalu. Kini, mereka hanya punya satu kompetisi, dan punya pelatih berpengalaman. Mereka juga merekrut pemain kuat dan berpengalaman Modric terutama.”
Nama Luka Modric menjadi pusat perhatian. Sang gelandang berpengalaman dipandang Florenzi sebagai sosok yang mengubah keseimbangan tim. “Dia membuat perbedaan lewat mentalitas dan cara memandang sepak bola. Modric seperti Totti, Maldini, atau Zanetti lihat bagaimana mereka menjaga diri dalam hal nutrisi, persiapan, dan konsistensi.”
Striker, Tekanan, dan Masa Depan
Baik Milan maupun Roma, kata Florenzi, sama-sama menghadapi persoalan klasik: striker. “Ini soal kepercayaan diri. Ketika seorang striker kehilangannya, ia seperti menyabotase dirinya sendiri,” ucapnya. “Di Milan, Santi Gimenez punya banyak peluang, tinggal selangkah lagi untuk meledak. Di Roma, masalahnya justru siapa yang benar-benar menjadi penyerang utama. Ketidakpastian itu bisa memengaruhi seluruh musim.”
Bagi Florenzi, tekanan di Roma bukan beban, melainkan energi tambahan. “Jangan bercanda, itu nilai plus. Bayangkan Olimpico tanpa lintasan atletik setidaknya menambah enam atau tujuh poin tiap musim,” katanya sambil tertawa.
Ia juga sempat berbicara tentang para pemain muda yang tumbuh di klub sendiri, seperti Gabbia dan Pellegrini. “Bermain untuk ‘klubmu sendiri’ memberi rasa tanggung jawab dan kehormatan. Tekanannya lebih besar, tetapi kalau bisa mengelolanya, itu jadi bahan bakar yang membuatmu terbang.”
Luka Modric, Leao, dan Warisan Mentalitas
Bagi Florenzi, keberadaan Modric bukan hanya soal teknik, tapi warisan mentalitas juara. “Dia seperti cermin bagi para pemain muda tentang bagaimana disiplin, fokus, dan mencintai permainan,” ujarnya.
Ia juga berharap Rafael Leao segera mencapai potensi maksimalnya. “Rafa punya gaya sendiri, dia butuh rasa percaya diri yang besar. Langkah berikutnya datang ketika dia sadar betapa kuat dirinya. Semua orang menunggu dia melangkah ke level itu dan mereka menunggunya karena tahu dia hampir sampai di sana.”
Florenzi menutup wawancara dengan cerita hangat tentang Francesco Camarda, penyerang muda Milan. “Saya pernah bercanda, ‘Untuk semua yang saya ajarkan, kamu harus mendedikasikan gol Serie A pertamamu untuk saya.’ Dan dia benar-benar melakukannya. Itu membuat saya bahagia,” ujarnya.
Kini, ketika Milan dan Roma bersiap bertarung di San Siro, Florenzi sudah tak lagi berada di lapangan. Namun, jejaknya dalam pengalaman, mentalitas, dan semangat juang masih terasa di kedua ruang ganti. Mungkin, di antara mereka yang bermain malam itu, ada satu pemain muda yang tengah mempelajari bagaimana menjadi seperti Modric atau Florenzi sendiri.
Sumber : Bolanet
